Monday, June 22, 2009

Fiksi

Was-was

Terakhir aku menelponnya bulan lalu dan kemarin, kukira ia di Jakarta, ternyata lagi di Jambi. Seminggu sebelumnya aku juga baru saja mendarat dari Riau bareng Mas-ku. Melayat bibi, tepatnya adik ayah mertuaku.

Setelah panggilan telponku tak diangkat, dia kirim sms sebagai balasannya.

Hoiii, sory ga keangkat. Kmarin msh di bndara, Jambi. Skrg dah sampe Cengkareng.

Kuterima pesan pendeknya pagi tadi. Seketika kutelpon dia begitu deru motor Mas-ku menjauh.

“Hai,” salamku ragu-ragu yang segera kututupi dengan bertanya, “ngapain ke Jambi, audit ya? Masih di PWC kan?” tanyaku menyebut kantor akuntan publik kondang itu.

“Iya tapi cuma empat hari koq. Eh suaramu renyah banget, lagi seneng apaan neh?”
Uh, dia yang kusakiti berulang kali, bertahun-tahun, masih saja bisa mengenali rasa-hati dari suaraku.

Mulut ini sudah mau ngeles tapi tiba-tiba saja tercekat. Samar-samar, aku seperti membaui aroma tubuhnya. Khas. Tanpa parfum. Hanya sisa sabun yang tandas tersapu air sehabis mandi. Laki banget!

“Ah biasa. Tiap bangun pagi kan harus hepi biar semangat,” bakat akting yang terasah selama di Bandung menyelamatkanku dari gelagepan.

“Harus itu. Eh ada apa neng?”

“Nggak koq. Cuma pengen tahu kabarmu aja. Baik-baik kan?”

Sepersekian detik dia tak langsung menjawab.

“Absolutely, I’m so fine. Ah kau ini neng, menelponku untuk memastikan aku baik-baik saja kan, he-he-he?”

Aku tahu ia 100% mencandaiku. Tak ada sinis apalagi nyinyir. Kuyakin juga tak ada lagi perih di seringainya. Sebaliknya pedih masih saja menghujam hatiku, menukik deras dan sejak obrolan di meja makan tadi pagi, kini berujung cemas.

Mas-ku bilang, dua mingguan kedepan bakal banyak lembur karena akan ada audit tahunan. Audit rutin sih, biasalah. Yang bikin dadaku ngilu seperti dipalu: akuntan publiknya dari PWC!

Waduh mereka bisa ketemu dong.

Ah, Mas-ku kan nggak mengenali Andi.

Tahu kalo dia di PWC juga nggak.

Lagian, belum tentu dia yang mengaudit langsung.

Tapi kalau iya?*

No comments:

Post a Comment