Friday, July 3, 2009

Ex Heartbreaker

“Tau ndak Mas?”
“Ndak je jeng!”
“Aku kie arep crito je!”
“Hehehe, lha piye to?”
“Aku ketemu meneh… sama bangsat satu kae hihihi…”
“Katamu ‘bangsat’, koq malah cekikikan? Ngumpatnya gak tulus!”
“Sik to… pancene ngono je arek-e. Rasah sok cemburu, gak ilok!”

Lola, pastinya bukan nama paspor, lantas bercericit sepanjang lunch-break pas acara diskusi panel tadi siang. Ia sendiri bekerja di government affair (GA- bukan general affair lho) di perusahaan asing produsen makanan di bilangan TB Simatupang.

Kemarin pagi, waktu acara Press-Con, ia ketemu dengan lelaki dari masa lalunya. Sepanjang ia bercerita, umpatan jawa-timurannya pun meletup-letup hampir di setiap penggal kalimat yang keluar dari bibir mungil ber-lipgloss. Tarikan nafasnya turun naik mengikuti bangun rasa hatinya yang (kembali) kasmaran. Tisu makan yang telah kucel terus saja ia kremes-kremes, saking gemesnya pada subyek curhatannya.

Katanya sih, si Bangsat-Cute, demikian ia menjulukinya *aq baru tahu ada begundal yg manis qe3* aslinya bernama Bangkit … … . Sekarang ia berkarir di Jakarta, sama-sama GA, di perusahaan asing kondang spesialis pakan ternak.

Pertemuan mereka setelah 3 tahun tak bersua itu bergulir mengalir, saling tanya kabar dan tukeran kartu nama. Standar lah. Tukeran nomer HP ndak, tanyaku iseng. “Gak, wong nomere isih sama kok. Paling-paling ngeluarin HP masing-masing buat nunjukin aktualisasi qe3,” katanya tanpa bermaksud nyindir diriku yang berHP jadul, Motorola C381.

Jebolan HI UGM ini lalu lebih banyak berbusa-busa soal kelakuan dia dan Bangkit duluuu… yang membuatnya sebel gimana gitu. Lola masih ingat betul bahasa tubuh mereka berdua. Ia haqul yaqin mereka saling tertarik meski masing-masing udah punya pacar. “Chemistry kita udah deket lho. Tenan!” klaimnya sambil menggigit bibir. Ia akui kalau selalu jaim sedangkan dimatanya, Bangkit cenderung jelalatan.

“Beda sama pacarku yang adem, cool. Ganteng sih tapi aku kan pengennya dibandelin juga qe3,” ceplos Lola. Aku menelan ludah, weleh-weleh bocah iki!

Sayangnya, mereka toh tetap bersama pasangan masing-masing. Patah hati dong, ledekku. Ia hanya mengangkat bahu. Usai kuliah kelar, semua bubar jalan. Lola dan pacarnya masih di Jogja, Bangkit menyeberang ke Balikpapan.

“Bener-bener lost contact. Tapi emang gak ada alasan buat komunikasi. Lha wong gak pernah ngobrol beneran. Paling-paling dia yang nggombal, curi-curi pandang. Kalo aku ya sok gak sengaja nyenggol tangannya hihihi,” Lola kembali terkikik.

“Pacarmu?”
“Gak pernah marah tuh.”
“Emang pernah ngeliat kelakuanmu?”
“Ya gak lah. Curiga sih sempet hehehe tapi bukan Lola kalo ga pinter ngerih-erih (nenangin).”

Acara makan siang hampir selesai dan aku belum sholat dhuhur, juga Lola. Sambil berjalan sepanjang koridor menuju mushola, kutanya bagaimana perasaannya setelah ketemu dengan Bangkit kemarin itu. Ia menjawab runtut.

“I’m free now. Pacarku teges-teges gak iso ninggalin Jogja. Aku mau gimana sama Bangkit, cuma persoalan ujung jari,” katanya sambil memperlihatkan nomer seluler Bangkit di layar Nokia E71-nya.*

3 comments:

  1. wah, pakar asmara yang satu ini memang tambah profesional saja :)

    ReplyDelete
  2. Hai Indy, pakabar Jogja! ini kan rekonstruksi dari curhatan seorang perempuan ttg laki-lakinya. ane mah cuma pendengar aje qe3

    ReplyDelete
  3. wah.. mbak lola ini nakal juga ya ternyata. :mrgreen:

    ReplyDelete