Sunday, April 1, 2012

Ekstrovert

Anggap saja spelling istilah itu sudah benar. Jika salah, aku koreksi lain waktu...

+++
Satu saat, dalam obrolan kopi panas nun di Jogja 3-4 tahun lalu, terceletuk dari mulutku: aku juga introvert lho...

Sejatinya itu merespon cerita kawan tentang teman yang lain, ngerumpi gitu deh.

Belum habis celetukanku sampai jeda... Karib disebelahku tersedak: ngaku introvert aja kayak gini, bagaimana ekstrovert-nya... #hadeeehhhh

Sungguh... aku sulit menjelaskan maksudku padanya. Mungkin, saat itu dan sekarang, sisa-sisa introvert sudah tersamar atau tak terlihat.

Apalagi, di pergaulan di kampus, aku bisa dibilang cair. Sono ayo, sini mari. Gaul dengan teman laki bisa akrab, berteman dengan para cewek bisa intim qeqeqe +_+

Aku inget persis, nun sedari kecil, aku terbilang canggungan, kikuk dan cenderung menarik diri dari pergaulan.

Tak tahu persis sebabnya, tapi kalau dirunut-runut, mungkin karena mengikuti kakak-kakakku yang juga cenderung pendiam di lingkungan rumah.

Sebagai bungsu, wajar jika aku mengikuti kecenderungan itu.

Perubahan menjadi lebih terbuka, lebih terpengaruh oleh lingkungan sekolah. SD dan SMP masih diem. SMA mulai enjoy dengan sekitar.

Nah, ketika kuliah, sisi introvert mulai terkikis dan belakangan berbalik arah.

Pergaulan dengan banyak kawan dari berbagai latar belakang memang membuat aku menyelami setiap pribadi. Juga ada perasaan setara dan diterima.

Bisa jadi karena kebetulan, kampus tempat kuliah berisi kawan-kawan yang beragam latar ekonomi dan sosial. Lebih banyak yang background ekonominya setara dengan keluargaku.

Aku banyak belajar adaptasi dan toleran. Menempatkan diri dan macem-macem.
Waaa lha kok serius nih...

Sejatinya, jika aku bilang: Aku banyak belajar adaptasi dan toleran. Menempatkan diri dll... Pada praktiknya tidak berarti aku bertutur sopan dan bertingkah santun.

Sebaliknya, malah :)

+++
Untuk sekarang, aku sangat bersyukur diberi kesempatan bertemu dan berkenalan dengan teman-teman kuliah.

Pada dan dari mereka lah aku banyak belajar. Soal pergaulan dan kepercayaan diri. Tentang keterbukaan dan toleransi.

Dan tentu saja, untuk terus belajar dan mau belajar. Dimanapun dan pada siapapun, berguru dan bertanya pada yang lebih tua dan lebih belia.

Juga, sekarang, aku banyak belajar dari teman-teman seprofesi yang jauh lebih muda dari sisi usia. Sedikit sekali rasa gengsi ketika hendak tanya ini itu.

Tanya ya tinggal tanya, lha wong karena aku ndak ngerti je... :)
Kalau saja aku kadar introvert masih kental, jelas-jelas aku nggak bakalan menikmati pekerjaan dan pergaulan.

Sisi ekstrovert-ku lah yang membuat lebih optimis dan positif thinking.

Juga, mendorong untuk selalu bersyukur karena mampu mengukur diri, realistis namun tetap berusaha. Ekstrovert juga membuat komunikasi dengan teman, tetangga, keluarga jauh lebih akrab dan terbuka.

Begitu juga dengan istri. Kami terbiasa asertif sekaligus empati. Masalah dan perasaan kami share bareng dan berbuah solusi. So nice lah.

Istri juga selalu mendukungku. Menyemangatiku. "Ayah Kaka pasti bisa!"

Salah satu yang membuatnya yakin karena dia menilaiku ekstrovert. Mau belajar dan bekerja bareng orang lain.

Meskipun istriku juga nyaris seperti kawan karibku di perjamuan kopi panas dulu, tidak percaya kalau aku sebelumny punya sisi introvert lebih banyak :))

No comments:

Post a Comment