Monday, January 23, 2017

Interval running, cara jitu tingkatkan kecepatan lari

Peningkatan speed dan juga endurance dapat dilatih dengan berlatih speed work seperti interval running, Tempo run, fartlek, hilly dll.

Pemahaman umum ttg interval running adalah "Secara spesifik, latihan ini meningkatkan ambang batas laktat (lactate threshold) yang penting bagi kemampuan kita berlomba secara cepat. Dan, karena dilakukan dalam sistem interval, latihan ini memberikan kita periode istirahat sehingga membuatnya lebih nyaman untuk dilakukan dibanding lari secepat-cepatnya (all-out) dalam interval yang lebih pendek dan lebih dinamis dibanding tempo run panjang yang membosankan." Sumber Dunia Lari, link di bawah.

Coba susun lagi jadwal latihan. Jika biasa lone-running, ambil 2-3 kali sesi weekday untuk speedwork dengan interval running.

Beberapa kawan ada yang pakai pola awal IR 3menit jogging dan 30detik faster run. Kita dapat membuat kombinasi lain. Monggo perbanyak referensi, banyak kok di Google.

Lalu gunakan sesi weekend utk longrun.

Contoh jadwal latihan seperti ini:
Senin rest day/off
Selasa IR
Rabu IR
Kamis Cross-Training https://goo.gl/bi95JC
Jumat IR
Sabtu rest day/off
MINGGU LONGRUN

###

Ini sedikit saya lampirkan referensi.
- interval running, apa itu?

- cara tingkatkan performa lari

- interval: metode piramida

- interval pendek/ short interval

- long interval

- menang Bali Marathon dengan latihan interval

- Circuit Training, efektif perkuat lari dan bakar kalori

Satu lagi: "Percayalah pada proses!" :)

Salam mari lari.
Postingan dan komentar di FB group Indorunners.

Saturday, January 21, 2017

Lari dengan hydrobag, perlu persiapan apa saja?



Pemenuhan kebutuhan hidrasi (sederhananya: air minum) saat berlari sangat penting dan wajib. Intensitas lari terutama jarak jauh sangat menguras energi, stamina dan cairan tubuh.

Pada event lari misalnya, standar penyediaan water station adalah tiap 2,5 km. Dari sini saja menunjukkan dengan gamblang bahwa hidrasi sangat diperhatikan.

Oleh karena itu, penyuka lari juga mesti menyiapkan bekal air. Salah satu caranya ialah dengan membawa hydroback, sering juga disebut hydropack.

Wujudnya tas punggung dengan desain compact, dilengkapi beberapa kantung untuk membawa kelengkapan lain seperti snack/nutrisi gel, HP, uang, kunci dll.

Saya sendiri juga memiliki hydrobag walaupun tidak selalu saya pakai tiap latihan. Jika hanya berlari jarak 5 km ke bawah dengan estimasi waktu tempuh 30-40 menit, saya tak membawanya.

Lain halnya jika lari 10 km ke atas seperti tadi sore. Bawaan saya ialah air putih 1 liter dalam water bladder/ kantung air, 1 botol kecil isotonik 330 ml (setara kaleng Pocari Sweat), snack, jas hujan kecil dan HP.

Alih-alih ingin berbagi tentang jenis-jenis produk hydrobag, kali ini saya ingin sharing tentang persiapan atau lebih tepatnya konsekuensi berlari dengan hydrobag. Saya sarikan poin demi poin.

1. Perlu latihan beban yang menyasar penguatan otot dada, bahu dan lengan.

Jangan terpaku hanya pada berat hydrobag ketika dalam keadaan kosong. Produsen atau brosur produk ini biasanya hanya mencantumkan berat hydrobag saat kondisi kosong.

Misalnya 350 gram untuk hydrobag mahal seharga Rp 1,5-2,5 juta), 450 gram yang impor dari China Rp 450 ribu atau hydrobag saya Nordend seri B271 Rp 198 ribu berat kosongnya 600 gram (termasuk water bladder kosong lho ya yang harganya Rp 80 ribu).

Kita harus memahami berat riil ketika dibawa lari. Saya timbang dengan timbangan digital dan mengisi hydrobag dengan 1 liter air (kapasitas maksimal 1,5 liter), 1 kaleng isotonik, HP, jas hujan tipis, snack BengBeng, kunci rumah, beratnya mencapai 2,6 kg. Hydrobag yang mahal pun juga saya coba, selisihnya tidak banyak: 2,3 kg.

Sekilas berat segitu terasa enteng. Ya enteng kalau sampeyan bawa dari ruang tengah ke ruang depan rumah sampeyan. Atau dicantelin di motor. Berat segitu itu ya mesti sampeyan bayangkan dibawa oleh punggung selama berpuluh menit bahkan berjam-jam.

Untuk itulah, saya sarankan melakukan latihan tambahan. Jika kita terbiasa lari maka sudah kenal dengan strength training atau circuit training.

Nah tinggal tambahin menu push-up, chair dip, bicep curl serta tricep curl. Dua yang disebut terakhir adalah latihan menggunakan dumbel.

Menu tersebut efektif mendongkrak kekuatan  dan fleksibilitas otot dada, lengan dan bahu. Berat dumbel cukup 5-8 kg saja.

Santai saja, latihan 5-7 kali selama 2 minggu sudah cukup untuk mempersiapkan diri berlatih dengan membawa hydrobag.

2. Adaptasi.

Ada baiknya kita tidak langsung berlari jarak jauh jika pertama kali menggunakan hydrobag.

Sempatkan lari 5 km atau paling jauh 10 km untuk membiasakan diri.

Adaptasi ini juga untuk menemukan settingan yang pas seperti rentang tali pengait, tali bahu maupun membiasakan diri mengakses kantung-kantung sembari berlari.

Termasuk pula membiasakan diri minum dari water bladder menggunakan pipa selang :)

Selamat berlari! Salam sehat :)

Btw, artikel review produk hydrobag merek Nordend pada link ini.

Jelajah Morowali, Sulawesi. Jalur Darat dan Udara.

Matahari terbit di site SMI, Morowali

Salah satu pulau cantik negeri adalah Sulawesi atau dikenal juga dengan nama Celebes. Saya jatuh cinta dengan pulau ini dan ingin suatu ketika bisa menyusuri beberapa penggal jalur daratnya.

Keinginan saya itu mulai muncul semenjak kecil ketika membaca (almarhum) majalah Jakarta-Jakarta. Waktu itu salah satu artikelnya berupa esai-foto tentang ekspedisi mobil offroad menembus Trans Sulawesi.

Berpuluh tahun kemudian, mimpi saya kesampaian juga. Berangkat dari Ibukota Sulawesi Tenggara, Kendari dengan tujuan Kawasan Industri PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di desa Fatufia, pesisir Bahodopi, Morowali di Sulawesi Tengah. 
Peta lokasi Morowali

Acaranya ialah peresmian pabrik pemurnian dan pengolahan nikel yang bakal dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan turut dihadiri Menteri Perindustrian Saleh Husin.


Wednesday, January 18, 2017

Bekal traveling: 15 obat andalan



Salah satu bekal wajib yang mesti dibawa ketika melakukan perjalanan adalah obat-obatan.

Lantas bagaimana menentukan jenis obat?  Simple saja, yaitu: obat yang biasa kita konsumsi.

Selain itu, bawa pula obat yang jarang kita minum namun tetap penting sebagai antisipasi. Untuk saya, jenis obat ini ialah obat untuk gangguan pencernaan dan alergi.

Lho kok pencernaan dan alergi? Apakah saya pernah mengalami dua masalah ini? Alhamdulillah belum dan tidak pernah.

Namun, spirit saya adalah antisipasi. Ini berangkat dari pemikiran bahwa kendala pencernaan (lugasnya saya sebut saja diare/mencret) tentu merepotkan di kala jauh dari rumah.

Tidak hanya saat jalan-jalan, ketika di rumah atau di tempat kerja pun, ketika sakit perut maka kita sangat was-was. Kalau meleduk pas lagi meeting atau ketemu pelanggan??? #jackpot #amsyong

Begitu juga dengan alergi. Perubahan lingkungan, cuaca, jenis makanan-minuman di tempat yang dikunjungi dan penurunan daya tahan karena perjalanan jauh, juga berpotensi kita terkena alergi.

Di luar itu adalah obat-obatan yang biasa kita konsumsi. Istilahnya: obat harian, seperti sakit kepala, masuk angin, dan flu.

Nah inilah obat yang lazim saya bawa, baik ketika keluyuran ke lekuk-lekuk cantik Indonesia maupun saat ke negeri seberang nan jauh.

Urut dari kiri ke kanan:
1. Tolak Angin
2. Bodrex Extra
3. Bodrex Migra
4. Puyer 16
5. Decolgen
6. Fatigon putih (untuk capek)
7. Vegeta (memperlancar BAB, begah)
8. Promaag
9. Sangobion
10. Cheng Sie Lung (obat sariawan)
11. Fresh Care
12. Balsem Lang
13. CTM (obat alergi)
14. Lopamid (obat diare)
15. Hansaplast / plester


BODREX DI JEPANG

Salah satu pengalaman bagaimana bermanfaatnya membawa obat ialah saat di Jepang. Ketika acara kantor selesai, masih di lokasi pekerjaan, tiba-tiba sakit kepala menerjang. Nyeri yang hebat terasa mencengkeram tengkuk dan kepala belakang. Leher terasa kaku. Kepala seolah dihimpit penjepit raksasa.

Untung agenda acara hari itu telah selesai. Di mobil sepanjang jalan hingga menjelang masuk ke hotel, saya terus menyandarkan kepala.

Di kamar, air dalam botol segera dijerang di water-jug untuk membuat teh hangat. Kantong obat warna hijau pun segera saya bongkar, satu biji tablet Bodrex Extra segera meluncur di tenggorokan.

Sambil istirahat dan menyempatkan mandi air panas, 20 menit kemudian nyeri sakit kepala mulai mereda yang mengantar saya tidur malam.

Paginya, saya bangun dengan segar bugar. Turun ke restoran hotel untuk sarapan dan tentu saja ngopi :)

Kambing dan Hujan. Tentang cinta dan NU - Muhammadiyah :)



Ini novel, roman tentang cinta anak muda, masa lalu yang menyesakkan dan pergulatan NU-Muhammadiyah di sebuah desa Jawa Timur yang diberi nama kisah, Tegal Centong.

Sudah lama saya tidak membaca novel, terakhir membolak-balik halaman karya sastra jenis ini ialah pertengahan 2015, "Anak-anak Revolusi"-nya Budiman Sudjatmiko.

Novel berikutnya ialah karya Mahfud Ikhwan ini yaitu "Kambing dan Hujan". Saya membacanya dengan bangga, pertama karena novel ini adalah pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014. Kedua, karena penulis adalah kawan saya di komunitas persma UGM, sedikit beda angkatan. Juga di media yang bertetangga, dia di Balairung, saya di Bulaksumur. Hehehe :)

Membaca novel ini, saya seperti tersedot di dalam alurnya. Yeahhh tentang dua anak muda yang bertaut cinta dan ingin menikah. Miftah Abrar dan Nurul Fauzia. Yang lelaki alumni jurusan sejarah dari perguruan tinggi di Jogja, si perempuan lulusan Fakultas Adab, kuliahnya di Surabaya.

Sayang, perbedaan paham agama yang dibalut pula dengan beda masjid, yang disebut Mahfud sebagai Masjid Utara (Muhammadiyah) dan Selatan (NU - Nahdlatul Ulama) menjadi penghalang dan sekaligus menggerakkan cerita menjadi berdenyut dan menghentak.


Sepanjang cerita, terus terang saya juga merasakan takut dan was-was, bagaimana jika hubungan mereka pupus dan gagal menikah.

Asemmm tenan. Di tengah cerita misalnya, ketika keluarga Fauzia kedatangan tamu seorang pengusaha dan politisi muda atau juga saat Pak Nashrullah bertamu ke keluarga Miftah untuk 'menjodohkan' putrinya.

Saya sempat khawatir, syukurlah Mahfud tidak memanjang-manjangkan drama ini :)

Semua memang berakhir happy ending. Namun tuturannya tidak datar. Saya suka ini.

Yang lebih saya sukai ialah momen pertemuan Pak Iskandar dan Pak Fauzan di rumah Pakdhe War. Dialognya mengalir deras, cepat dan 'nyata'.

Saya sempat merutuki dialog itu (hal 343-346). Saya merutukinya lantaran mengapresiasi jeniusnya Mahfud mengemasnya, juga (ini yang sebenarnya) karena saya lega kekhawatiran sepanjang membaca roman tidak terjadi.

KOPI
Ada beberapa kutipan yang bagi saya terbilang mengena. Seperti 'jangan menyuguhkan kopi dengan menyiramkan ke muka.' (Hal 167 dan ditegaskan lagi di hal 178).

Itu merupakan kiasan bahwa memberi nasehat pun mesti dilakukan dengan empati. 'Bukankah sebaik-baiknya nasehat adalah nasehat yang disampaikan dengan baik pula.'

Pada halaman lain juga dikatakan 'cara kadang tidak kalah pentingnya dengan tujuan' (hal 166).

PERSETERUAN dan DRUMBAND
Soal persaingan NU dan Muhammadiyah juga disajikan menarik. Alih-alih bergaya orasi dan jualan satu sama lain, Mahfud menuturkan perbedaan keduanya dengan lincah dan ringan.

Semua ikon perbedaan dituturkan dengan jenaka. Saya pun seperti diingatkan kembali pada olok-olokan khas seperti diucapkan kawan di kampung dan antar aktivis kampus.

Begitu pula tentang shalat subuh dengan qunut dan tanpa qunut, bacaan niat shalat, juga puasa, tahiyyat (kalau saya tidak keliru hehehe), tahlilan, shalawatan, kenduri, ziarah kubur, adzan dua kali saat shalat Jumat dll.

Ada pula tentang keberadaan bedug dan tongkat untuk khotib di masjid. Juga soal 'dikit-dikit bid'ah, dikit-dikit bid'ah' dan 'pendangkalan serta pembelokan akidah'.

Saya juga ngakak ketika olokan sampai juga pada sindiran menyoal sekolah di lingkungan paham yang berbeda itu: 'jangan sampai jadi murid yang tidak bisa berhitung dan lemah dalam ilmu pasti'. Yang lalu dibalas: 'jangan mau kalau bisanya cuma drumband'. Wkwkwkwkkkk... :D

RAMADHAN dan LEBARAN
Seperti yang saya ketahui dan rasakan, ikon perbedaan NU dan Muhammadiyah lainnya dan sekaligus menjadi hal klasik (dan berulang) ialah penentuan 1 Syawal sebagai penentu dari hari raya idul fitri dan sekaligus hari terakhir puasa, plus tarawih terakhir.

Sebagai ikon 'utama', soal lebaran ini ditempatkan dengan pintar sebagai alur cerita di ujung-ujung roman, mulai bab III hal 229. Kembali lagi hangatnya perbincangan penentuan  1 Syawal apakah dengan hisab Muhammadiyah) dan rukyat (NU) mengemuka.

Kegalauan perbedaan 1 Syawal juga dipoles secara personal. Ada kejujuran yang terpendam bahwa sebenarnya kedua 'kubu' lebih menyukai jika Lebaran jatuh pada hari yang sama.

Tentu sejuk kan jika gemuruh takbir yang meramaikan langit desa dikumandangkan sejak maghrib yang sama. Tak ada satu merayakan lebaran sedangkan saudaranya masih puasa. Tak ada sindiran haram karena masih berpuasa di hari raya.

Novel ini, roman terbitan Bentang Pustaka Yogyakarta ini, saya bayangkan memang cocok dibaca di bulan Ramadhan. Ada nuansa yang pas, atmosfer yang teduh dan hisapan cerita yang menjerat kita untuk terus dan terus meniti tiap kata tiap jengkal kalimat.

Saya sendiri merampungkan 373 halamannya dalam 3 hari. Awalnya mengira akan selesai selama sepekan dan menargetkan paling cepat dalam empat hari. Alhamdulillah, ternyata lebih lekas lagi :)

Nah, Anda ingin teman bacaan sastra yang cerdas, menghibur, membuka wawasan, pikiran terbuka, ringan tapi tidak enteng-enteng belaka?

Yang bisa membuat dada berdegub, merasakan sesak oleh himpitan cinta dan harapan yang digantung? Juga cerita yang nyaris membuat menangis dan sekaligus terbahak? Roman ini dapat menjadi sahabat Anda :)

#kambingdanhujan #roman #novel

Catatan: roman ini juga menjadi koleksi perpustakaan rumah kami, semoga kelak anak kami juga membaca-menikmati hasil karya kawan Ayahnya, aamiin :)




Tuesday, January 17, 2017

Persawahan merangkul kampung



Dari ketinggian baling-baling besi yang membawa kami dari Sidoarjo, Surabaya menuju Tuban, melewati Gresik dan Lamongan berbulan silam, sepanjang perjalanan penuh pemandangan sawah, ladang dan perkampungan penduduk.

Lalu mendaras doa, semoga tanaman subur, panen melimpah dan tata niaga hasil pertanian berpihak pada saudara-saudara kita para petani. aamiin :) .

Eh kok saya tiba-tiba membayangkan mungkin seperti inilah Tegal Centong-nya Mif dan Fauzia dalam novel 'Kambing dan Hujan' karya Mahfud Ikhwan he-he-he :). Lalu terbayang pula masjid utara dan selatan :)

#wonderfulindonesia #eastjava #surabaya #lamongan #tuban #wanderlust #ricefield #travelphotography #aerial #altitude #helicopter #jawatimur #sawah

Wednesday, January 11, 2017

Belajarlah renang, tak peduli usia



Membaca koleksi majalah National Geographic Travel edisi lalu, saya merasa lebih beruntung.

Di salah satu artikelnya, si penulis mengaku menyesal tidak belajar renang sedari dulu. Ceritanya, pas ditugaskan memotret jajaran pulau-pulau Nusantara, dia hanya bisa duduk termangu di pantai sedangkan rekan-rekannya 'maen aer' di kala senggang.

Di ujung kisah, dia membulatkan tekad untuk belajar renang. Katanya, siapa tahu kelak kembali mengunjungi surga bahari negeri ini.

Alasan itulah yang juga mendorong saya untuk mengambil kursus renang, nun bertahun lalu. Jauh sebelum keluyuran ke lebih banyak sudut-sudut Indonesia.

Kampus maen aer saya ialah kolam renang Manggala Wanabakti, sebelah Senayan - Slipi - Palmerah. Kuliahnya sering pagi, kadang sore :)

Cukuplah bagi saya untuk bisa gaya dada dan gaya bebas. Jujur belum sampai advance seperti menyelam dan free-floating alias mengambang.

Dengan bekal renang level 'secukupnya' itu, puji syukur, saya mencicipi perairan gugusan pulau karang, Bair, di Maluku Tenggara. Juga di Manado dan pesisir Pulau Nemberela, Pulau Rote Nusa Tenggara Timur - NTT ini.

Maka, belajarlah renang. Tak peduli usia. Kita tak tahu kan kalau esok tiba-tiba berkesempatan ngetrip ke surga bahari NKRI :)

#wonderfulIndonesia

Wednesday, January 4, 2017

Berbagi karena cedera.



Selama kurun waktu menikmati terbirit-birit lelarian, saya pernah beberapa kali cedera. Tidak parah memang, tapi tetap kudu seriyes meratapinya eh menanganinya. Masih cedera yang umum-umum aje kok, cedera yang biasa menerpa penggemar lari. 😊

Di sisi lain, pengalaman cedera justru memberi saya "kesempatan" untuk membantu rekan-rekan sepelarian yang mengeluhkan cedera yang sama atau mirip-mirip.

Paling enggak ada 2 pengalaman cedera dan begini terapi mandirinya, saya sarikan dengan bahasa sederhana.

1. Plantar fasciitis [ bukan asam urat 😀 ]
Jika kita bangun tidur di pagi hari lalu turun dari ranjang dan tumit serta telapak kaki terasa suuaakit sekali (terasa tertusuk-tusuk, panas, kemranyas) ketika menginjak lantai...

Jika setelah duduk lama di kursi lalu berdiri dan berjalan, juga terasa sakit yang sama sampai kita berjinjit-jinjit...

Itulah "plantar fasciitis". Penyebabnya karena otot betis yang terlalu tegang. Secara umum belum perlu obat, kita masih bisa melakukan terapi mandiri.